Tower Telekomunikasi di Wellington New Zealand

Tower telekomunikasi merupakan perangkat penting untuk menunjang komunikasi di perkotaan, begitu di Wellington. Hanya saja ada perbedaan dalam penempatan dan desain tower di Selandia Baru dan di Indonesia. Aspek keamanan, estetika dan keindahan kota sepertinya menjadi kebijakan yang harus diterapkan dalam pembangunan tower telekomunikasi di sini.

Jika kita bandingkan, secara fisik tower-tower di sini menggunakan tower-tower berdesain light sampai ke midle, berbentuk monopole atau tubular dengan tinggi kurang dari 36 meter, bukan triangle atau empat kaki berketinggian lebih dari 42 meter yang banyak diterapkan di Indonesia. Untuk heavy tower hanya saya temukan di beberapa daerah pegunungan yang mengelilingi kota Wellington, salah satunya adalah yang di Mount Victoria, jauh dari pemukiman padat.

Sedangkan tower-tower di Indonesia meskipun berada di daerah berpemukiman padat tetap menggunakan desain triangle atau empat kaki yang berketinggian lebih dari 42 meter. Lalu bagaimana dengan desain tower rooftop? Juga ada perbedaan yang cukup signifikan, yaitu masalah di kamuflase dan ukuran antena yang kebanyakan berukuran lebih kecil dari yang dipasang di Indonesia.

Kadang saya pikir yang dipasang adalah tower radio, tapi ternyata juga disisipkan tower GSM dan CDMA berukuran mini. Pewarnaan dan pengecatan juga disamakan dengan warna asli bangunan existing. Lalu bagaimana di Indonesia?

Sepanjang pengalaman saya, desain tower-tower di Indonesia baik itu greenfield atau rooftop belum banyak perubahan dari tahun ke tahun. Desain yang kaku dan tidak mengikuti perkembangan kota, kurang memperhatikan aspek keserasian bangunan sekitar dengan gedung existing dan kadang ketinggian terlalu membahayakan bagi pemukiman. Hampir tidak ada jarak aman antara tower dengan pemukiman umum.

Tower-tower rooftop di Indonesia kebanyakan didesain untuk bisa dipanjat oleh manusia, hal inilah yang menjadi perbedaan utama sepertinya. Hal berbeda dengan desain tower rooftop di New Zealand, peralatan yang memadai membuat insinyur-insinyur di sini mendesain tower menjadi sulit untuk dipanjat manusia secara manual. Misalnya tower rooftop berbentuk monopole, di Indonesia pasti ada anak tangga yang memang disediakan bagi teknisi untuk memanjat dan mengikatkan diri. Ini jarang saya temui di New Zealand karena mereka naik dan turun tower menggunakan lift atau peralatan berat yang memungkinkan kita memasang perangkat tanpa memanjat tower.

Hal ini akhirnya menjadi wajar jika kemudian banyak protes dari masyarakat, ahli-ahli tata kota dan departemen tata kota sendiri. Perletakan tower dan posisi yang tidak tepat karena terlalu dekat dengan pemukiman akhirnya berdampak dengan protes dari warga sekitar, inilah yang akhirnya berkembang dan tren menjadi istilah Community Issue.

Ke depan, proses perencanaan dan akuisisi site seharusnya juga memperhatikan keamanan dan kenyamanan warga sekitar. Setidaknya radius tower saat terjadi kerobohan tidak menimpa rumah warga sekitar dan menimbulkan korban. Daerah yang seharusnya tetap menjadi daerah aman untuk pemukiman harus tetap di jaga, meskipun mungkin harus membutuhkan pembiayaan yang lebih besar karena menempatkan tower di area yang jauh dari pemukiman jelas akan lebih mahal.

0 Response to "Tower Telekomunikasi di Wellington New Zealand"

Posting Komentar