Ada banyak kisah suka duka saat kita belajar dan bekerja di negeri Kiwi ini. Ada yang akhirnya putus dengan kekasih lamanya karena menemukan sosok pendamping yang didambakan dan akhirnya menikah dengannya.
Ada pula yang lama menunggu kehamilan di Indonesia namun akhirnya istri hamil setelah satu bulan di New Zealand, itulah yang kami alami.
Ada pula yang sampai saat ini masih menunggu Mr. Perfect dan Miss. Perfect. Saya tidak tahu sampai kapan mereka akan mendapatkannya, hanya saja kita ikut berdoa untuk mereka sehingga mendapatkan Mr. dan Miss. Perfect yang mereka dambakan.
Ide untuk menulis ini sebenarnya karena saya teringat pernah membaca sebuah artikel di harian Dominion Post New Zealand. Saya lupa judulnya, tapi artikel itu memang cukup menarik bagi saya, meskipun bukan untuk saya pribadi, tapi untuk teman-teman saya yang belum kunjung menikah karena menantikan Mr. dan Miss. Perfect.
Artikel ini tidak bermaksud mengesampingkan peran takdir dalam kehidupan, tapi ingin mencoba membahas dan mengupas lebih dalam dari perspektif lain yang lebih logis.
Artikel itu cukup ringkas, namun cukup dalam isinya. Isi awalnya bercerita tentang gelisahnya kaum Hawa (wanita) yang mulai resah ketika menginjak usia 30 tahunan karena belum juga mendapatkan pendamping. Meskipun mereka sudah mapan secara finansial dan pendidikan. Ketidak adaan seorang pendamping ternyata tetap membuat membuat mereka resah.
Dari beberapa hasil riset yang disampaikan dalam artikel itu, ada beberapa penyebab mengapa kaum Hawa harus menunggu begitu lama untuk mendapatkan pendamping. Pada usia di bawah 30 tahunan kebanyakan dari mereka menantikan Mr. Perfect untuk menjadi pendamping hidup mereka. Ini bukan hanya karena dipengaruhi oleh diri mereka sendiri, namun juga dipengaruhi oleh media-media dari luar sehingga mereka berpikir seperti itu.
Kisah-kisah dalam film, novel dan buku-buku banyak menggambarkan Mr. Perfect sebagai pendamping hidup terbaik bagi seorang wanita. Masalahnya dalam kehidupan nyata tidaklah banyak tersedia Mr. Perfect seperti yang digambarkan itu.
Pilihan pun akhirnya jatuh pada Mr. Right Now ketika usia kaum Hawa menginjak 30 tahunan lebih.
Dalam hal ini, bagi saya tidaklah menjadi masalah, tergantung dari mereka yang ingin menjalani. Hanya saja ada baik kita juga membuat listing dari standar dan persyaratan yang menurut kita baik. Membuat listing standarisasi dari Mr. Right Now tampaknya bisa kita gunakan untuk menilai sang Mr. ini layak atau tidak menjadi pendamping. Katakanlah dari standarisasi yang kita buat dan Mr. Right Now sudah memenuhi lebih dari 51% dari standar yang kita buat, maka itu cukup acceptable.
Ada komentar lain?